Abdul
Rahman Tukiman – Bocah gunung yang satu ini masa kecilnya dijalani
dengan kemiskinan. Beruntung, dari usaha berdagang bakso malang ia
kini mejadi pengusaha sukses. Masa kecilnya dilalui di suatu dusun
kecil yaitu desa Sumurup, Kecamatan Bendungan, Trenggalek, Jawa
timur. Dilahirkan pada tanggal 4 April 1961 dari
pasangan Bapak Saimun dan Ibu Paijem ini, masa kecil Abdul Rahman
Tukiman bisa dibilang dilalui dengan cukup berat. Pasalnya, meski
orang tuanya memiliki sawah ladang yang cukup luas namun sejak usia 9
tahun ia sudah menjadi anak yatim. Otomatis, sawah ladang yang luas
itu pun menjadi semakin seperti tidak bertuan karena tidak ada yang
mengelola. Sementara, kakak, adik dan ibunya masih tetap harus makan
dan bertumpu pada hasil sawah ladang tersebut. Tidak ada jalan lain,
akhirnya untuk menyambung hidup terpaksa petak demi petak sawah telah
habis digadaikan. Akibatnya, kehidupan keluarga ini menjadi tidak
menentu dan semakin terpuruk dari waktu ke waktu.
Namun
kegetiran tersebut tidak lantas terus diratapi olah Cak Man begitu
sapaan akrab Abdul Rahman Tukiman. Justru menjadi cambuk. Seiring
usianya beranjak ramaja, berbekal tekad yang kuat anak ke 5 dari 8
bersaudara ini kemudian terlecut hatinya untuk keluar dari kemiskinan
dengan meninggalkan desa tercinta untuk mengadu nasib di kota.
Berdagang
Bakso
Meski terasa berat meninggalkan Ibu dan keluarganya, langkah Cak Man tetap mantap untuk bekerja di Kota. Pertama menginjakkan kaki di Malang, semua pekerjaan dilakoninya. Mulai dari membantu memasak bakso, mencuci peralatan masak sampai menyiapkan bakso di rombong/gerobak-bakso yang akan dibawa juragannya berjualan keliling Lama-lama pekerjaan itu membosankannya, akhirnya ia pun berniat untuk ikut jualan Bakso keliling juga.
Meski terasa berat meninggalkan Ibu dan keluarganya, langkah Cak Man tetap mantap untuk bekerja di Kota. Pertama menginjakkan kaki di Malang, semua pekerjaan dilakoninya. Mulai dari membantu memasak bakso, mencuci peralatan masak sampai menyiapkan bakso di rombong/gerobak-bakso yang akan dibawa juragannya berjualan keliling Lama-lama pekerjaan itu membosankannya, akhirnya ia pun berniat untuk ikut jualan Bakso keliling juga.
Menghadapi
kondisi seperti ini, bukan malah menyurutkan hati Cak Man untuk
berhenti berjualan tetapi makin menambah semangatnya untuk bagaimana
membuat baksonya enak dimata pelanggan
Sukses
pun diraih
Kerja keras dan keuletannya membuahkan hasil. Warung baksonya setiap hari dibanjiri pelanggan. Cabang-cabang lain pun kemudian didirikannya. Kesuksesan lambat laun diraihnya Cak Man. Sampai akhirnya ia memfranchisekan usahanya dan pada Februari 2007 mendirikan PT Kota Jaya, untuk mengurusi manajemen usaha baksonya agar lebih modern. Hebatnya lagi, kini setelah 23 tahun usaha baksonya berjalan, ia telah memiliki 57 buah gerai dan mampu menyerap ratusan tenaga kerja. Dengan asumsi setiap gerai mempekerjakan 16 karyawan (di luar pemilik gerai), maka dengan 60 gerai yang ada saat ini, wong ndeso Cak Man mampu menampung jumlah tenaga kerja sebanyak : 57 x 16 = 960 orang.
Kerja keras dan keuletannya membuahkan hasil. Warung baksonya setiap hari dibanjiri pelanggan. Cabang-cabang lain pun kemudian didirikannya. Kesuksesan lambat laun diraihnya Cak Man. Sampai akhirnya ia memfranchisekan usahanya dan pada Februari 2007 mendirikan PT Kota Jaya, untuk mengurusi manajemen usaha baksonya agar lebih modern. Hebatnya lagi, kini setelah 23 tahun usaha baksonya berjalan, ia telah memiliki 57 buah gerai dan mampu menyerap ratusan tenaga kerja. Dengan asumsi setiap gerai mempekerjakan 16 karyawan (di luar pemilik gerai), maka dengan 60 gerai yang ada saat ini, wong ndeso Cak Man mampu menampung jumlah tenaga kerja sebanyak : 57 x 16 = 960 orang.
Sekarang, Bakso Kota Cak Man
sudah memposisikan diri sebagai salah satu resto cepat saji asli
Indonesia yang berjuang untuk dapat bersaing dengan resto cepat saji
mancanegara seperti KFC, McDonald, Hoka-hoka Bento dan lain
sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar