Tata Cara Haji, Umrah dan Hukum Shalat di Masjid Nabaw

Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali
seumur hidup, berdasarkan firman Allah:
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97).
Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Islam itu dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
yang haq melainkan Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan
menunaikan haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih).
Haji diwajibkan dengan lima syarat: 
1. Islam. 
2. Berakal. 
3. Baligh. 
4. Merdeka. 
5. Mampu.
6. Dan bagi perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram
yang pergi bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau
safar (bepergian) lainnya tanpa mahram, berdasarkan sabda Nabi Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam:"Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan mahramnya."
(Muttafaq Alaih).
Jika seorang wanita pergi haji tanpa mahram maka ia berdosa tetapi
hajinya tetap sah.
Syarat kelima yakni mampu, meliputi kemampuan materi dan fisik. Barangsiapa
tidak mampu dengan hartanya untuk memenuhi biaya perjalanan, nafkah haji
dan sejenisnya maka ia tidak berkewajiban haji. Adapun orang yang mampu
secara materil, tetapi tidak mampu secara fisik dan jauh harapan sembuhnya,
seperti orang yang sakit menahun, orang yang cacat atau tua renta maka ia
harus mewakilkan hajinya kepada orang lain. Dan disyaratkan orang yang
mewakilinya sudah haji untuk dirinya sendiri.
Kedua: Allah berfirman: 
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimak-lumi, barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan." (Al-Baqarah: 197).
Rafats adalah bersetubuh atau yang merangsang kepadanya, berbuat fasik
artinya berbuat maksiat, sedang yang dimaksud berbantah-bantahan adalah
berbantah-bantahan secara batil atau berbantah-bantahan yang tidak ada
manfaatnya, atau yang bahayanya lebih besar dari manfaatnya. 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa menunaikan haji sedang ia tidak melakukan rafats dan perbuatan
fasik maka ia pulang (haji) sebagaimana hari ketika ia dilahirkan ibunya."
(Muttafaq Alaih).
"Umrah ke umrah lainnya adalah kaffarah (peng-hapus dosa) antara keduanya,
dan haji mabrur tiada lain balasannya selain Surga." (Muttafaq Alaih).
Karena itu wahai Saudara Haji, waspadalah dari terperosok ke dalam maksiat,
baik yang besar maupun yang kecil. Seperti mengakhirkan shalat dari waktunya,
ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), mencaci dan menghina,
mendengarkan nyanyian, men-cukur jenggot, isbal (menurunkan atau
memanjangkan pakaian/kain hingga di bawah mata kaki), merokok, melihat
kepada yang haram di jalan atau di telivisi. Kemudian bagi wanita, hendaknya
menutupi semua tubuhnya dengan hijab syar'i (kain penutup yang di-syari'atkan)
serta menjauhkan diri dari memperlihatkan aurat.
Dengan banyaknya manusia, desak-desakan dan lelah, terkadang seseorang diuji
dengan berbantah-bantahan yang dilarang dalam haji. Misalnya dengan petugas
lalu lintas atau sopir mobil umum; ketika berdesak-desakan saat thawaf atau
ketika melempar jumrah. Waspadalah dari godaan dan tipu daya setan.
Berusahalah untuk selalu bersikap lembut, sabar dan berpaling dari orang-orangbodoh. Usahakan untuk tidak keluar dari lisanmu kecuali ucapan-ucapan yang
baik. 
Ketiga: Ketika haji, sebagian wanita tidak mengenakan jubah wanita dan ia
berjalan di antara laki-laki dengan pakaiannya. Terkadang pula ia memakai celana
panjang. Ia mengira bahwa hijab itu hanyalah sebatas meletakkan kerudung di
atas kepala. Ini adalah pemahaman yang keliru. Lebih parah lagi, sebagian
wanita pada hari Raya berhias dan berjalan di depan laki-laki dengan
mengenakan pakaian yang indah. Ia mengira bahwa itu adalah bagian dari
kegembiraan hari Raya. Ia tidak memahami bahwa perbuatannya itu termasuk
kefasikan yang besar dalam ibadah haji. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Aku tidak meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki
daripada (fitnah) wanita." (Muttafaq Alaih).
Sebagian wanita ada juga yang menganggap remeh masalah tidur di tempattempat umum yang membuat laki-laki bisa melihat mereka.
Adalah wajib bagi wanita muslimah untuk bertaq-wa kepada Allah dan membatasi
diri dari laki-laki asing (bukan mahram) dengan mengenakan baju kurung lebar
yang tidak ada perhiasannya, sehingga tak kelihatan sesuatu pun dari (anggota
badan)nya, baik wajah, tangan atau kakinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Wanita adalah aurat. Jika ia keluar maka setan mengawasi/mengincarnya." (HR.
At-Tirmidzi dengan sanad shahih).
Pada asalnya, istisyraf (mengincar) berarti meletakkan telapak tangan di atas alis
mata serta mendongakkan kepala untuk melihat. Maknanya sesuai konteks hadits
di atas- adalah jika wanita keluar rumah maka setan mengincarnya untuk
menggodanya atau menggoda (laki-laki) dengan dirinya.
Keempat: Jika seorang muslim melakukan ihram haji atau umrah maka haram
atasnya sebelas perkara sampai ia keluar dari ihramnya (tahallul): 
1. Mencabut rambut. 
2. Menggunting kuku. 
3. Memakai wangi-wangian.
4. Membunuh binatang buruan (darat, adapun bina-tang laut maka
dibolehkan). 
5. Mengenakan pakaian berjahit (bagi laki-laki dan tidak mengapa bagi
wanita). Pakaian berjahit adalah pakaian yang membentuk badan, seperti
baju, kaos, celana pendek, gamis, celana panjang, kaos tangan dan kaos
kaki. Adapun sesuatu yang ada jahitannya tetapi tidak membentuk badan
maka hal itu tidak membahayakan muhrim (orang yang sedang ihram),
seperti sabuk, jam tangan, sepatu yang ada jahitan-nya dsb. 
6. Menutupi kepala atau wajah dengan sesuatu yang menempel (bagi lakilaki), seperti peci, penutup kepala, surban, topi dan yang sejenisnya.
Tetapi dibolehkan berteduh di bawah payung, di dalam kemah dan mobil.
Juga dibolehkan membawa barang di atas kepala jika tidak dimaksudkan
untuk menutupinya. 7. Memakai tutup muka dan kaos tangan (bagi wanita). Tetapi jika di depan
laki-laki asing (bukan mahram) maka ia wajib menutupi wajah dan kedua
tangannya, namun dengan selain tutup muka (cadar), misalnya dengan
menurunkan kerudung ke wajah dan memasukkan tangan ke dalam baju
kurung.
8. Melangsungkan pernikahan.
9. Bersetubuh.
10. Bercumbu (bermesraan) dengan syahwat. 
11. Mengeluarkan mani dengan onani atau bercumbu.
Orang Yang Melakukan Hal-hal Yang Dilarang Memiliki Tiga Keadaan:
1. Ia melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib
membayar fidyah (tebusan). 
2. Ia melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut
karena sakit. Perbuatannya ter-sebut dibolehkan, tetapi ia wajib
membayar fidyah. 
3. Ia melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa.
Dalam keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar
fidyah. 
Jika yang dilanggar itu berupa mencabut rambut, menggunting kuku, memakai
wangi-wangian, bercumbu karena syahwat, laki-laki mengenakan kain yang
berjahit atau menutupi kepalanya, atau wanita memakai tutup muka (cadar) atau
kaos tangan maka fidyah-nya antara tiga hal. Orang yang melakukan
pelanggaran itu boleh memilih salah satu daripadanya:
1. Menyembelih kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin
dan ia tidak boleh memakan sesuatu pun daripadanya). 
2. Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha'
makanan. (setengah sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.).
3. Berpuasa selama tiga hari. 
Dari larangan-larangan di atas, dikecualikan hal-hal berikut ini: 
1. Melangsungkan pernikahan, sebab ia hukumnya haram, maka tidak ada
fidyah karenanya.
2. Membunuh binatang buruan (darat), sebab ia hukumnya haram, dan
terdapat denda jika ia membunuhnya secara sengaja.
3. Bersetubuh (dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia
melakukannya secara sengaja sebelum tahallul pertama, maka ada lima
konsekuensi:
a. Berdosa 
b. Hajinya batal. 
c. Ia wajib menyempurnakan hajinya. 
d. Ia wajib mengulangi (men-qadha') hajinya pada tahun
depan. 
e. Ia wajib membayar fidyah berupa seekor unta yang
disembelih ketika melakukan haji qadha'.
Kelima: Haji ada tiga jenis; tamattu', qiran dan ifrad. Yang paling utama adalah
haji tamattu', karena perintah Nabi J terhadapnya. Haji tamattu' yaitu ia
melakukan ihram dengan niat umrah saja pada bulan haji, setelah selesai
melakukannya ia lalu melakukan ihram dengan niat haji pada hari Tarwiyah
(tanggal 8 Dzul Hijjah, pen.).Haji ifrad yaitu ia melakukan ihram dengan niat haji saja, ketika sampai di
Makkah ia melakukan thawaf qudum, kemudian langsung melakukan sa'i haji
setelah thawaf qudum .
Haji qiran yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah dan haji sekaligus.
Pekerjaan orang yang menunaikan haji qiran sama dengan pekerjaan haji ifrad ,
kecuali dalam dua hal:
1. Niat. Orang yang melakukan haji ifrad hanya meniatkan haji saja, sedangkan
orang yang menunaikan haji qiran meniatkan untuk umrah dan haji (secara
bersamaan).
2. Hadyu (menyembelih kurban). Orang yang menunaikan haji qiran wajib
menyembelih kurban, sedangkan orang yang menunaikan haji ifrad tidak wajib
hadyu (menyembelih kurban
TATA CARA UMRAH
Pertama: Ihram dari miqat.
Mandilah lalu usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke rambut
dan jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian
ihram terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian yang berjahit.
Kenakan selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca mata, cincin dan
sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram). 
Adapun bagi wanita, maka ia mandi meskipun haid, lalu mengenakan pakaian
yang ia kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak
sesuatu pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan dan tidak
memakai minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki. 
Jika Anda tidak mampu berhenti di miqat seperti yang melakukan perjalanan
dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di rumah, lalu jika telah mendekati
miqat mulailah ihram dan ucapkanlah:
"Labbaika 'Umratan" artinya :
"Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah."
Jika Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau
lainnya maka ucapkan:
"Fa in habasanii haabisun famahallii haitsu habastanii" artinya :
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di
mana Engkau menahanku."
Lalu mulailah mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah
hukumnya sunnah mu'akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita.Bagi laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi
wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan:
"Labbaika Allahumma labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda
wanni'mata laka wal mulka, laa syariika laka"
"Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi
panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya
segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu
bagiMu."
Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan.
Peringatan:
1. Sebagian orang mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita
haruslah berwarna tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah
tidak benar! Sungguh tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna
pakaian yang harus dikenakan.
2. Talbiyah yang dilakukan secara bersama-sama dengan satu suara -di
mana hal ini dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan
tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga
tidak dari salah seorang sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap
Haji mengucapkan talbiyah sendiri-sendiri.
3. Tidak diharuskan seorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun
wanita mengenakan terus pakaian yang ia kenakan ketika ihram
sepanjang ibadahnya, tetapi dibolehkan ia menggantinya kapan dia suka. 
4. Hendaknya setiap Haji benar-benar memper-hatikan masalah menutup
aurat, sebab sebagian laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang
lain, misalnya ketika duduk atau tidur, sedang dia tidak merasa.
5. Sebagian wanita mempercayai dibolehkannya membuka wajah di depan
laki-laki selama masih dalam keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib
menutupi wajahnya. Di antara dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah
radhiallahu anha: 
"Dahulu ada kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram
bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat
dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan
ketika mereka telah lewat, kami membukanya kembali." (HR. Ahmad dan Abu
Daud dengan sanad hasan).
Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu anha, ia berkata:
"Kami menutupi wajah kami dari (penglihatan) laki-laki dan sebelumnya kami
menyisir rambut ketika ihram." (Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini
shahih).Kedua: Jika Anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu
dan ucapkan (do'a):
'Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah.
Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu'. 'Aku berlindung kepada
Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta
KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk'." Do'a ini juga diucapkan
ketika memasuki masjid-masjid yang lain.
Ketiga: Lalu mulailah melakukan thawaf dari hajar aswad (dan atau dari tempat
yang searah dengannya, pen.), kemudian menghadaplah kepadanya dan ucapkan, 'Allahu Akbar' (Allah Mahabesar), lalu usaplah hajar aswad itu dengan
tangan kananmu kemudian ciumlah. Jika Anda tidak mampu menciumnya maka
usaplah hajar aswad itu dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah
sesuatu yang dengannya Anda mengusap hajar aswad. Jika Anda tidak mampu
melaku-kannya, maka jangan mendesak orang-orang (untuk mencapainya),
tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat (dan
jangan Anda cium tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran
thawaf. 
Berthawaflah tujuh kali putaran dengan menjadi-kan Ka'bah di sebelah kirimu.
Lakukan raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran
pertama dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikut-nya. Dalam semua putaran
thawaf tersebut lakukanlah idhthiba' (meletakkan pertengahan kain selendang di
bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan
idhthiba' tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf yang
pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang menger-jakan haji tamattu' dan
thawaf qudum bagi orang yang melakukan haji qiran dan ifrad. 
Jika Anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika
hal itu memungkinkan-, tetapi jangan menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya
maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan disunnahkan ketika Anda berada
di antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca do'a:
"Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat,
dan jagalah kami dari siksa api Neraka."
Dalam thawaf, tidak ada do'a-do'a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam selain do'a di atas, tetapi memang disunnahkan memperbanyak dzikir
dan do'a ketika thawaf (do'a apa saja yang dikehendaki, pen.). Jika Anda
membaca ayat-ayat Al-Qur'an ketika thawaf, maka itu adalah baik. 
Peringatan:
1. Bersuci adalah syarat sahnya thawaf. Jika wudhu Anda batal di tengahtengah melakukan thawaf, maka keluar dan berwudhulah, lalu ulangilah
thawaf Anda dari awal. 2. Jika di tengah-tengah Anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda
mengikuti shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu
sempurnakanlah thawaf Anda dari tempat mana Anda berhenti. Jangan
lupa menutupi kedua pundak Anda, sebab menutupi keduanya dalam
shalat adalah wajib.
3. Jika Anda perlu duduk sebentar, atau minum air atau berpindah dari lantai
bawah ke lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf, maka hal
itu tidak mengapa.
4. Jika Anda ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka pakailah bilangan
yang Anda yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah
Anda telah melakukan thawaf tiga atau empat kali maka tetapkan-lah tiga
kali, tetapi jika Anda lebih mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah
bilangan tersebut.
Sebagian Haji melakukan idhthiba' sejak awal me-makai pakaian ihram dan tetap
seperti itu dalam seluruh manasik haji. Ini adalah keliru. Yang disyari'atkan
adalah hendaknya ia menutupi kedua pundaknya, dan tidak melakukan idhthiba'
kecuali ketika thawaf yang pertama, sebagaimana telah disinggung di muka.
Keempat: Jika Anda selesai dari putaran ketujuh, saat mendekati hajar aswad,
tutuplah pundakmu yang kanan, kemudian pergilah menuju maqam Ibrahim, jika
hal itu memungkinkan, lalu ucapkanlah firman Allah: 
"Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat."
(Al-Baqarah: 125).
Jadikanlah posisi maqam itu antara dirimu dengan Ka'bah, jika memungkinkan,
lalu shalatlah dua rakaat. Pada raka'at pertama Anda membaca, setelah AlFatihah- surat Al-Kafirun dan pada raka'at kedua surat Al-Ikhlash .
Peringatan:
Shalat dua raka'at thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam
Ibrahim, tetapi melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram juga
dibolehkan.
Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah shalat di
belakang maqam Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga dengan
demikian menyakiti orang lain yang sedang thawaf. Yang benar, hendaknya ia
mundur ke belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan hendaknya
ia menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan Ka'bah, atau bahkan
boleh melakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.
Kelima: Selanjutnya pergilah ke zam-zam dan minumlah airnya. Lalu berdo'alah
kepada Allah dan tuangkan air zam-zam di atas kepalamu. Jika memung-kinkan,
pergilah ke hajar aswad dan usaplah. 
Keenam: Lalu pergilah menuju Shafa, dan ketika telah dekat bacalah firman
Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah." (AlBaqarah: 158).Kemudian ucapkanlah:
"Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai."
Kemudian naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka'bah lalu bertakbirlah
tiga kali dan ucapkan:
"Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya,
hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia
Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia,
tiada sekutu bagiNya, yang menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya
dan yang menghancurkan golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa
pun."
Ulangilah dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdo'alah pada tiap-tiap selesai
membacanya dengan do'a-do'a yang Anda kehendaki. 
Ketujuh: Kemudian turunlah untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah.
Bila Anda berada di antara dua tanda hijau, lakukanlah sa'i dengan berlari kecil
(khusus untuk laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika Anda telah sampai di Marwah,
naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka'bah, kemudian ucapkan
sebagaimana yang Anda ucapkan di Shafa. Demikian hendaknya yang Anda
lakukan pada putaran berikut-nya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu kali
putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu kali putaran
hingga sempurna menjadi tujuh kali putaran. Karena itu, putaran sa'i yang ke
tujuh berakhir di Marwah. Tidak ada dzikir (do'a) khusus untuk sa'i, karena itu
perbanyaklah dzikir dan do'a serta membaca Al-Qur'an.
Peringatan:
Ada dua bid'ah saat thawaf dan sa'i yang tersebar di sebagian orang:
1. Terpaku dengan do'a-do'a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana
ditemukan dalam buku-buku kecil. 
2. Jama'ah haji berdo'a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang
pemimpin (rombongan) dengan koor (satu suara) dan keras. 
Para Haji hendaknya mewaspadai kedua bid'ah di atas, sebab tidak ada
tuntunannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang
sahabatnya .
Kedelapan: Jika selesai mengerjakan sa'i cukurlah rambut Anda (sampai bersih)
atau pendekkanlah. Bagi orang yang menunaikan umrah, mencukur (gundul)
rambut adalah lebih utama, kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka
memendekkan rambut lebih utama, sehing-ga mencukur (gundul) rambut
dilakukan pada waktu haji. Dan tidak cukup memendekkan rambut hanya
beberapa helai pada bagian depan kepala dan bela-kangnya sebagaimana yang
dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji, tetapi hendaknya memendekkan tersebut
dilakukan pada seluruh rambut atau pada sebagian besarnya. Adapun bagiwanita, maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil
daripadanya kira-kira seujung jari. Jika rambutnya keriting (tidak sama panjang
ujungnya) maka harus diambil dari tiap-tiap kepangan (genggaman).
Jika hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan
segala puji adalah milik Allah semata. 
Peringatan:
Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji adalah
mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah. Yang demikian itu bukanlah
tun-tunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga bukan tuntunan para
sahabatnya . Seandainya pun di dalamnya ada keutamaan, tentu mereka telah
melakukannya mendahului kita.
HARI TARWIYAH
Hari tarwiyah adalah hari kedelapan dari bulan Dzul Hijjah. Disebut demikian
karena pada hari itu orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air untuk
(persiapan ibadah) selanjutnya.
Pekerjaan-pekerjaan pada hari tarwiyah:
Disunnahkan bagi orang yang menunaikan haji tamattu' untuk
melakukan ihram haji pada hari tersebut, yakni dari tempat di
mana ia singgah. Maka, hendaknya ia mandi dan mengusapkan
wewangian di tubuhnya, tidak mengenakan kain yang berjahit, dan
ia ihram dengan selendang, kain dan sandal.
Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mandi dan menggunakan
pakaian apa saja yang dikehendakinya dengan syarat tidak
menampakkan perhiasannya, tidak memakai penutup muka, juga
tidak memakai kaos tangan. 
Selanjutnya Anda mengucapkan: (Aku penuhi
panggilanMu untuk menunaikan ibadah haji). Jika ditakutkan ada
halangan maka Anda disunnahkan memberi syarat dengan
mengucapkan:
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku
adalah di mana Engkau menahanku."
Selanjutnya ucapkanlah talbiyah:
"
Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu, aku penuhi
panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya
segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu."Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan
mengeraskan suara, sampai Anda melempar jumrah aqabah pada
hari Nahar (kurban).
Pada malam ini Anda disunnahkan bermalam di Mina.
Dan di Mina, Anda disunnahkan menunaikan shalat Zhuhur, Ashar,
Maghrib, Isya' dan Shubuh pada hari Arafah, semuanya dilakukan
dengan qashar, tanpa jama'.
Setiap Haji hendaknya memanfaatkan waktu-waktu luangnya untuk sesuatu yang
bermanfaat. Seperti mendengarkan ceramah agama, membaca Al-Qur'an,
membaca buku tentang manasik haji dsb.
HARI ARAFAH
Jika matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan
Dzul Hijjah), maka setiap Haji berangkat dari Mina ke Arafah,
seraya mengumandang-kan talbiyah atau takbir. Hal itu
sebagaimana telah dilakukan oleh para sahabat , sedang mereka
bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ; ada yang
mengumandangkan talbiyah dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
tidak mengingkarinya, ada yang bertakbir dan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam juga tidak mengingkarinya.Jika matahari telah
tergelincir, maka ia shalat Zhuhur dan Ashar secara jama' qashar
dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam
menyam-paikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan
(ibadah haji, pen.). 
Setelah shalat, setiap Haji menyibukkan diri dengan dzikir, do'a dan
merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sebaiknya
berdo'a dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat
hingga terbenamnya matahari. Demikian seperti yang dilakukan
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.Karena itu, setiap Haji hendaknya
tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia
mengulang-ulang serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia
bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya. 
Para Haji, di bawah ini beberapa nash yang menunjukkan keutamaan hari Arafah:
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan,
shahih).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari(siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah
membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang
mereka kehendaki?'" (HR. Muslim).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore
hari Arafah adalah, 'Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata,
tidak ada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa
atas segala sesuatu'." (HR. Malik dan lainnya, shahih).
Peringatan:
1. Hendaknya setiap Haji yakin bahwa dirinya benar-benar berada di wilayah
Arafah. Batasan-batasan Arafah itu dapat diketahui dengan spandukspanduk besar yang ada di sekeliling Arafah. 
2. Masjid Namirah tidak semuanya berada di wilayah Arafah, tetapi
sebagiannya berada di wilayah Arafah (bagian belakang masjid), dan
sebagian lain berada di luar Arafah (bagian depan masjid). 
3. Sebagian orang mengira jika jabal (bukit) Arafah (biasa disebut jabal
Rahmah, pen.) memiliki keutamaan. Ini adalah tidak benar.
4. Sebagian Haji tergesa-gesa, sehingga keluar dari Arafah menuju
Muzdalifah sebelum tenggelamnya matahari. Ini adalah salah. Yang wajib
adalah tinggal di Arafah hingga tenggelamnya matahari.
BERMALAM DI MUZDALIFAH
Jika matahari telah tenggelam pada hari Arafah maka para Haji berduyun-duyun
(meninggalkan) Arafah menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak
berdesak-desakan. Jika telah sampai Muzdalifah ia shalat Maghrib dan Isya'
secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat.
Diharamkan mengakhirkan shalat Isya' hingga lewat pertengahan malam,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Waktu Isya' adalah sampai pertengahan malam." (HR. Muslim).
Jika ia takut akan lewatnya waktu, hendaknya ia shalat Maghrib dan Isya' di
tempat mana saja, meskipun di Arafah.
Lalu ia bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar. Kemudian ia shalat Shubuh di
awal waktunya, lalu menuju Masy'aril Haram, yaitu bukit yang berada di
Muzdalifah, jika hal itu memungkinkan baginya. Jika tidak, maka seluruh
Muzdalifah adalah mauqif (tempat berhenti yang disyari'atkan). Di sana
hendaknya ia menghadap kiblat dan memanjatkan pujian kepada Allah, bertakbir,
mengesakan dan berdo'a kepadaNya. Jika pagi telah tampak sangat menguning,
sebelum terbit matahari, para Haji berangkat menuju Mina dengan
mengumandangkan talbiyah , demikian ia terus ber-talbiyah hingga sampai
melempar jumrah aqabah. Adapun bagi orang-orang yang lemah dan para wanita maka mereka dibolehkan
langsung menuju Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas
radhiyallahu anhu, ia berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengutusku ketika akhir waktu malam dari
rombongan orang-orang (di Muzdalifah) dengan membawa perbekalan Nabiullah
shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Muslim).
Dan adalah Asma' binti Abi Bakar radhiyallahu anhuma berangkat dari Muzdalifah
setelah tenggelamnya bulan. Sedangkan tenggelamnya bulan adalah terjadi kirakira setelah berlalunya dua pertiga malam.
Peringatan:
1. Sebagian orang mempercayai bahwa batu-batu kerikil untuk melempar
jumrah diambil dari sejak kedatangan mereka di Muzdalifah. Ini adalah
kepercayaan yang salah dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Batu-batu kerikil itu boleh diambil dari tempat mana
saja. 
2. Sebagian orang mengira bahwa pertengahan malam adalah pukul dua
belas malam. Ini adalah keliru. Yang benar, pertengahan malam adalah
separuh dari seluruh jam yang ada pada malam hari. Kalau dihitung
secara matematika adalah sebagai berikut: (Keseluruhan jam yang ada
pada malam hari : 2 + waktu tenggelamnya matahari = pertengahan
malam ). Jika matahari tenggelam pada pukul enam sore misalnya,
sedangkan terbitnya fajar pada pukul lima pagi maka pertengahan
malamnya adalah pukul sebelas lebih tiga puluh menit. (Keseluruhan jam
yang ada pada malam hari, yakni 11 jam : 2 + waktu tenggelamnya
matahari, yakni pukul 6 = 11, 30 menit).
3. Di antara penyimpangan yang menyedihkan pada malam tersebut adalah
bahwa sebagian Hujjaj mendirikan shalat Shubuh sebelum tiba waktunya,
padahal shalat itu tidak sah jika dilakukan sebelum masuk waktunya.
4. Hendaknya setiap Haji meyakini benar bahwa ia berada di wilayah
Muzdalifah. Hal itu bisa diketahui melalui spanduk-spanduk besar yang ada
di sekeliling Muzdalifah.
HARI RAYA KURBAN
Beberapa amalan pada hari Raya Kurban adalah:
1. Melempar jumrah aqabah. 
2. Menyembelih hadyu (bagi orang yang melakukan haji tamattu' dan qiran).
3. Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi
mencukur (gundul) adalah lebih utama.
4. Thawaf ifadhah dan sa'i untuk haji. 
Peringatan Penting:
a. Tertib di atas adalah sunnah, dan kalau tidak dikerjakan secara tertib juga
tidak mengapa. Seperti orang yang mendahulukan thawaf daripada
mencukur rambut, atau mendahulukan mencukur rambut dari-pada
melempar jumrah, atau mendahulukan sa'i daripada thawaf, atau lainnya.
b. Melempar jumrah aqabah adalah dengan tujuh batu kerikil dengan secara
berurutan. Ia mengangkat tangannya dan mengucapkan takbir setiap kalimelempar batu kerikil. Disunnahkan ia menghadap ke jumrah dan
menjadikan Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah
kanannya. 
c. Waktu melempar jumrah aqabah bagi mereka yang kuat (fisiknya) adalah
dimulai dari setelah terbitnya
d. matahari. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia
berkata: 
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukan kami anakanak Bani Abdul Muththalib pada malam Muzdalifah dengan
mengendarai keledai, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menepuk paha-paha kami seraya bersabda: "Wahai anak-anakku,
jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit." (HR.
Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud).
Adapun para wanita dan mereka yang lemah maka dibolehkan
melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada akhir malam. Hal
itu berdasarkan hadits Asma' radhiyallahu anha, dari Abdullah
pelayan Asma' dari Asma':
"Bahwasanya ia singgah pada malam perkumpulan di Muzdalifah,
lalu ia berdiri menegakkan shalat, ia shalat sejenak kemudian
bertanya, 'Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?' 'Belum',
jawabku. Ia lalu shalat sejenak kemudian bertanya, 'Apakah bulan
telah tenggelam?' 'Sudah', jawabku. Ia berkata, 'Kalau begitu
berangkatlah.' Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar
jumrah. Kemudian ia pulang dan shalat Shubuh di rumahnya. Maka
kutanyakan padanya, 'Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa
kita telah melempar (jumrah) pada malam hari'. Ia menjawab,
'Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam mengizin-kannya untuk kaum wanita'." (Muttafaq Alaih).
e. Waktu melempar jumrah aqabah berlanjut hingga zawal(waktu
tergelincirnya matahari dari pertengahan langit,dan itulah waktu
permulaan shalat zhuhur)
 .
Dan dibolehkan melempar setelah zawal
meskipun meskipun di malam hari, jika menemui kesulitan untuk
melemparnya sebelum zawal
.
f. Jumrah aqabah, penampungan (batu kerikil)nya adalah separuh
penampungan. Karena itu ia harus yakin bahwa batu-batu kerikilnya
masuk ke dalam penampungan tsb., tetapi jika setelah itu tergelincir
(keluar) maka tidak mengapa.
g. Disunnahkan untuk segera menyembelih hadyu, mencukur rambut, thawaf
dan sa'i, tetapi jika diakhirkan hingga setelah hari Raya Kurban maka tidak
mengapa.
h. Menyembelih hadyu adalah wajib bagi yang melakukan haji tamattu' dan
qiran. Adapun yang melakukan haji ifrad maka tidak wajib menyembelih
hadyu . Orang yang tidak bisa menyembelih hadyu diwajibkan puasa tiga
hari pada waktu haji dan tujuh hari ketika mereka pulang kepada
keluarganya.
Penyembelihan itu tidak harus dilakukan di Mina, tetapi boleh dilakukan di
Makkah atau tanah suci lainnya (Madinah, pen.). Dibolehkan pula bagi
tujuh orang untuk berserikat dalam satu ekor unta atau sapi. Disunnahkan
untuk menyembelih sendiri dengan tangannya, tetapi jika diwakilkan
kepada yang lain maka hal itu dibolehkan.Disunnahkan pula untukmenelentangkan hadyu (sapi atau kambing) pada sisi kirinya dan
menghadap-kannya ke kiblat, sedang telapak kaki (orang yang
menyembelih) diletakkan di atas leher hewan tersebut. Adapun unta,
maka disunnahkan ketika menyembelihnya dalam keadaan berdiri, tangan
kirinya diikat serta dihadapkan ke kiblat.Ketika menyembelih, disyaratkan
menyebut nama Allah, dan disunnahkan untuk menambahkannya dengan
bacaan:
"Dengan nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah, sesungguhnya ini
adalah dariMu dan milikMu, ya Allah kabulkanlah (kurban) dari
kami (ini)."
Waktu penyembelihan masih terus berlangsung hingga
tenggelamnya matahari dari akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13
Dzul Hijjah.
Thawaf di Ka'bah adalah tujuh kali, sebagaimana thawaf ketika
umrah, tetapi tidak dengan raml (jalan cepat) dan idhthiba'
(menyelempangkan selen-dang). Lalu disunnahkan untuk
melakukan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim, jika hal
itu memungkinkan. Jika tidak, maka boleh melakukan shalat di
tempat mana saja dari Masjidil Haram. 
i. Sa'i antara Shafa dan Marwah adalah tujuh putaran, tata caranya
sebagaimana yang ada pada sa'i untuk umrah. Adapun orang yang
melakukan haji qiran dan ifrad maka cukup baginya sa'i yang pertama,
jika mereka telah melakukan sa'i pada thawaf qudum. 
j. Mencukur harus mengenai semua rambut. Adapun bagi wanita, maka ia
cukup menghimpun semua rambutnya lalu memotong ujungnya kira-kira
seujung jari. Jika ujung rambutnya tidak sama pan-jangnya maka bisa
dipotong dari setiap kepangan (genggaman) rambut. 
k. Jika seorang Haji telah melempar jumrah aqabah dan mencukur atau
menggunting rambut maka ia telah tahallul awal. Artinya, boleh baginya
melakukan segala sesuatu dari yang dilarang ketika ihram kecuali masalah
wanita. Dan disunnahkan baginya untuk membersihkan diri dan memakai
wangi-wangian sebelum thawaf. Kemudian, jika ia telah melempar,
mencukur atau menggunting rambut, thawaf dan sa'i berarti ia telah
tahallul tsani , yang dengan demikian dihalalkan baginya segala sesuatu
hingga masalah wanita (hubungan suami isteri).
HARI-HARI TASYRIQ
1. Wajib bermalam di Mina pada malam-malam hari tasyriq, yakni malam ke-
11 dan ke-12 (bagi yang terburu-buru) serta malam ke-13 (bagi yang
meng-akhirkan/tetap tinggal).
2. Wajib melempar jumrah pada hari-hari tasyriq, caranya adalah sebagai
berikut: 
Setiap Haji melempar ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah) pada setiap hari dari
hari-hari tasyriq setelah tergelincirnya matahari. Yakni dengan tujuh batu kerikil
secara berurutan untuk masing-masing jumrah, dan hendaknya ia bertakbirsetiap kali melempar. Dengan demikian jumlah batu kerikil yang wajib ia
lemparkan setiap harinya adalah 21 batu kerikil. (Ukuran batu kerikil tersebut
lebih besar sedikit dari biji kacang). 
Jama'ah haji memulai dengan melempar jumrah ula, yakni jumrah yang letaknya
dekat masjid Al-Khaif, kemudian hendaknya ia maju ke sebelah kanan seraya
berdiri dengan menghadap kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri lama untuk
berdo'a dengan mengangkat tangan. Lalu ia melempar jumrah wustha ,
kemudian mencari posisi di sebelah kiri dan berdiri menghadap kiblat. Di sana
hendaknya ia berdiri lama untuk berdo'a seraya mengangkat tangan. Selanjutnya
ia melempar jumrah aqabah dengan menghadap kepadanya serta menjadikan
kota Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina di sebelah kanannya. Di sana ia
tidak berhenti (untuk berdo'a). Demikianlah, hal yang sama hendaknya ia
lakukan pada tanggal 12 dan 13 Dzul Hijjah. 
Peringatan:
1. Adalah salah, membasuh batu-batu kerikil (sebelum melemparkannya),
sebab yang demikian itu tidak ada keterangannya dari Nabi J, juga tidak
dari para sahabatnya.
2. Yang menjadi ukuran (benarnya lemparan) adalah jatuhnya batu kerikil ke
dalam penampungan, dan bukan melempar tiang yang ada di tengahtengah penampungan (batu kerikil). 
3. Waktu melempar jumrah adalah dimulai dari sejak tergelincirnya matahari
hingga terbenamnya, tetapi tidak mengapa melemparnya hingga malam
hari, jika hal itu memang diperlukan. Hal itu berdasar-kan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam :
"Penggembala melempar (jumrah) pada malam hari dan
menggembala (ternaknya) di siang hari." (Hadits hasan, As-Silsilah
Ash-Shahihah, 2477).
4. Tidak boleh mewakilkan dalam melempar jumrah kecuali ketika dalam
keadaan lemah (tak mampu) atau takut akan bahaya karena telah lanjut
usia, sakit, masih kecil atau sejenisnya. Dan ketika mewakili, hendaknya ia
melempar jumrah ula sebanyak tujuh kali untuk dirinya sendiri terlebih
dahulu, lalu melemparkan untuk orang yang diwakilinya. Demikian pula
hendaknya yang ia lakukan dalam jumrah wustha dan aqabah (jika
mewakili orang lain).Adapun sebagian orang pada saat ini yang dengan
mudahnya mewakilkan melempar jumrah adalah hal keliru. Orang yang
takut berdesak-desakan dengan laki-laki dan perempuan maka hendaknya
ia pergi melempar pada saat-saat yang sepi, misalnya ketika malam hari.
5. Hendaknya melempar ketiga jumrah tersebut secara tertib, yakni shughra
kemudian wustha lalu aqabah. 
6. Sungguh keliru orang yang mencaci dan men-cerca ketika melempar
jumrah, atau melempar dengan sepatu, payung dan batu besar, serta
kepercayaan sebagian orang bahwa setan diikat pada tiang yang ada di
tengah penampungan batu kerikil. 
7. Bermalam yang wajib dilakukan di Mina adalah dengan tinggal di sana
pada sebagian besar waktu malam. Misalnya, jika seluruh waktu malam
adalah sebelas jam maka ia wajib tinggal di Mina lebih dari lima jam 30
menit. 
8. Diperbolehkan bagi orang yang tergesa-gesa untuk meninggalkan Mina
pada tanggal 12 Dzul Hijjah, yakni setelah melempar jumrah dan
hendaknya ia keluar dari Mina sebelum tenggelamnya matahari. Jikamatahari telah tenggelam dan ia masih berada di Mina maka ia wajib
bermalam dan melempar lagi keesokan harinya, kecuali jika ia telah
bersiap-siap meninggalkan Mina lalu matahari tenggelam karena jalan
macet atau sejenisnya maka ia dibolehkan tetap pergi dan hal itu tidak
mengapa baginya.
TANGGAL 12 DZULHIJJAH
1. Jika Anda telah selesai melempar jumrah pada tanggal 12 Dzul Hijjah, lalu
Anda ingin bersegera maka Anda dibolehkan keluar dari Mina sebelum
matahari tenggelam, tetapi jika Anda ingin tetap tinggal maka hal itu lebih
utama. Bermalamlah (sehari lagi) di Mina pada tanggal 13 Dzul Hijjah, dan
lemparlah ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah ) setelah tergelincir-nya
matahari dan sebelum matahari tenggelam, sebab hari-hari tasyriq
berakhir dengan tenggelamnya matahari.
2. Jika matahari telah tenggelam pada tanggal 12 Dzul Hijjah (hari kedua
dari hari-hari tasyriq) dan Anda masih berada di Mina maka Anda wajib
bermalam kembali di Mina pada malam itu kemudian melempar jumrah
keesokan harinya, kecuali jika Anda telah bersiap-siap berangkat, tetapi
jalan macet misalnya sehingga matahari tenggelam maka Anda dibolehkan
keluar dari Mina dan hal itu tidak mengapa bagi Anda. 
3. Ketika Anda hendak meninggalkan Makkah, Anda wajib melakukan thawaf
wada' sebanyak tujuh kali putaran, setelahnya Anda disunnahkan shalat
dua rakaat di belakang maqam Ibrahim.
4. Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan
thawaf wada'. 
Dengan demikian selesailah pekerjaan-pekerjaan haji.
RINGKASAN RUKUN, WAJIB UMRAH DAN HAJI
Rukun umrah:
1. Ihram (niat masuk atau memulai untuk beribadah).
2. Thawaf. 
3. Sa'i. 
Wajib umrah:
1. Ihram dari miqat.
2. Mencukur (gundul) rambut atau memendekkannya. 
Rukun haji:
1. Ihram. 
2. Wukuf di Arafah. 
3. Thawaf ifadhah.
4. Sa'i. 
Wajib haji:
1. Ihram dari miqat.
2. Wukuf di Arafah hingga tenggelamnya matahari bagi yang wukuf di siang
hari.3. Bermalam di Muzdalifah.
4. Bermalam pada malam-malam tasyriq di Mina. 
5. Melempar jumrah (jumrah aqabah pada waktu hari Raya Kurban, dan
jumrah ula, wustha serta aqabah pada hari-hari tasyriq secara tertib).
6. Mencukur (gundul) rambut atau memendekkannya. 
7. Menyembelih hadyu (bagi yang melakukan haji tamattu' dan qiran, tidak
bagi yang melakukan haji ifrad). 
8. Thawaf wada'. 
Peringatan:
Di muka telah disebutkan bahwa di antara wajib umrah dan haji adalah ihram
dari miqat . Ketentuan ini adalah bagi mereka yang datang dari wilayah yang
berada di belakang miqat. Adapun bagi yang datang dari sebelumnya maka ia
berihram dari tempatnya, bahkan hingga penduduk Makkah, mereka berihram
dari Makkah, kecuali dalam umrah. Orang yang berada di Makkah dan hendak
melakukan umrah maka ia keluar dari Makkah (tanah haram) kemudian berihram
dari tempat tersebut.
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING 
YANG BANYAK DITANYAKAN ORANG
1. Apa hukum orang yang memakai wangi-wangian atau menutup kepalanya
atau mengenakan pakaian berjahit atau mencabut rambutnya karena lupa
atau tidak mengerti (hukumnya) sedang dia dalam keadaan ihram? 
Barangsiapa melakukan suatu larangan dari larangan-larangan ihram
karena lupa atau tidak mengerti (hukumnya) maka ia tidak diwajibkan
apa-apa karenanya. Hal itu berdasarkan firman Allah: 
"Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami bersalah", Ibnu Abbas berkata, 'Ketika ayat ini turun,
Allah berfirman, 'Aku telah melakukannya'." (HR. Muslim, no. 126).
2. Apakah cukup dalam memendekkan (rambut), baik dalam haji maupun
umrah dengan memendekkan bagian depan atau belakang kepala?
Yang demikian itu tidak cukup. Ia wajib mencukur atau memendekkan
rambut kepala secara menyeluruh. Hal itu berdasarkan firman Allah:
"Dengan mencukur rambut kepala dan menggun-ting
(memendekkannya)." (Al-Fath: 27).
3. Bagaimana tata cara shalat jenazah?
Tata cara shalat jenazah secara ringkas adalah bertakbir empat kali
sedang ia dalam keadaan berdiri kemudian salam.
Pada takbir pertama ia mengangkat kedua tangan-nya kemudian
membaca Al-Fatihah, kemudian pada takbir kedua ia membaca shalawat
atas Nabi n, dan pada takbir ketiga ia mendo'akan jenazah agar diampunidan diberi rahmat, jika ia berdo'a dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam maka hal itu lebih baik, lalu ia bertakbir untuk
keempat kalinya dan mengucapkan salam ke sebelah kanannya.
4. Bolehkah berlalu di hadapan orang yang sedang shalat di Masjidil Haram?
Tidak diperbolehkan berlalu di hadapan orang yang sedang shalat, jika ia
menjadi imam atau shalat sendirian. Adapun jika sebagai makmum, maka
dibo-lehkan berlalu di hadapan mereka atau di antara shaf-shaf. 
Hendaknya orang yang akan shalat menghindari tempat-tempat berlalunya
orang-orang di Masjidil Haram. Seyogyanya pula ia meletakkan pembatas
di depan tempat shalatnya yang dekat dengannya, misalnya dinding,
tiang, rak mushaf dan sejenisnya. Dengan demikian tidak berbahaya
(berdosa) orang yang berlalu di belakang pembatasnya.
Tidak ada bedanya antara Masjidil Haram dengan masjid-masjid lainnya
dalam hal tersebut. Adapun hadits tentang "Berlalunya Para Sahabat Di
Hadapan Nabi Saw Padahal Tidak Ada Pembatas Antara Beliau Dengan
Ka'bah" maka sanad hadits ini adalah dha'if .(Lihat Fathul Bari, 1/687).

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Blog of Serdadu

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger